Suntuk

Alright. I love writing alright. And then my language teacher gave us a writing assignment. Should be fun right? Well here’s mine:

Suntuk
Hari itu ketika ibu guru memberi tugas, hatiku bersorak. Menulis telah mejadi hobiku sejak pertama kali aku tahu menulis. Menulis saat aku senang, menulis saat aku sedih, menulis saat aku marah. Menulis dogeng, menulis puisi, menulis ocehan, bahkan sering ku tulis isi hatiku. Oh betapa senangnya aku, ditugaskan untuk melakukan sesuatu yang ku suka.

“Pengalaman”, jelas ibu guru. Menulis cerita tentang pengalamanku bukanlah suatu hal yang sulit. Pastilah tugas ini tidak akan membebaniku. Kan ku siapkan pena serta secarik kertas dan kata-kata kan mengalir dari pikiranku. Pengalamanku tertera dengan tinta, hitam dan putih. Tak sabar untuk saatnya ku akan memulai tugas ini.

Hari demi hari terlewatkan. Tak terasa tiba malam sebelum waktunya untuk mengumpulkan tugas Bahasa Indonesia. Ku tatap secarik kertas di hadapanku. Kosong, tak sepatah pun tertulis. Pena ku genggam erat, tapi tak setetes tinta berkurang dari tabungnya.  Aku berpikir untuk kesekian kalinya. Masakkan tidak ada pengalaman yang layak kutulis?

Seketika semua kenangan masa laluku, pengalaman-pengalaman yang layak diceritakan, kebodohan-kebodohanku yang dapat menjadi bahan tawaan, hilang seketika. Pikiranku sunyi. Tak sepenggal memori yang tersisa. Jarum merah di arlojiku terus berlaju. Malam makin larut. Waktu tidak cukup.

Beginilah otakku. Saat guru sedang mengajar di kelas, timbullah keinginan untuk menulis. Menulis hal-hal tidak penting. Hal-hal yang buang-buang kertas saja. Tetapi saat-saat seperti ini, otakku tak pernah berfungsi dengan baik. Hanya sepenggal kisah saja yang kubutuhkan. Malahan kecemasan yang ku dapat. Kecemasan akan waktu yang berlaju begitu cepat. Kecemasan akan apa yang akan ku kumpul besok hari.

Ku habiskan waktu lebih lama lagi untuk mengingat kembali. Kehidupanku. Apakah aku pernah hidup? Mengapa tidak ada sehurufpun yang dapat kuceritakan? Lima belas tahun aku ada di dunia ini dan sekarang, hanya menceritakan satu pengalaman, ku tak tahu haru menulis apa. Kertas putih tak bernoda. Tinta hitam tidak nampak. Baiklah. Aku menyerah. Pikiranku suntuk.

tam here, adios